Pengertian Filsafat, Cabang-Cabang Filsafat, Filsafat dan Agama

Rabu, 26 Oktober 2011

Arti filsafat

Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan pertama yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah “filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni:

a) Segi semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’, yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ = cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi ‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”.

Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan

hidupnya, atau perkataan lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.

b) Segi praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam.

Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.

Beberapa definisi

Karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:

1. Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli).
2. Aristoteles (384 SM – 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda).
3. Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
4. Al-Farabi (meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
5. Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:

* Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
* Apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
* Sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi)

1. Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
2. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Kesimpulan

Setelah mempelajari rumusan-rumusan tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa:

1. Filsafat adalah ‘ilmu istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
2. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, yaitu:

* Hakikat Tuhan,
* Hakikat alam semesta, dan
* Hakikat manusia,

serta sikap manusia sebagai konsekuensi dari paham tersebut. Perlu ditambah bahwa definisi-definisi itu sebenarnya tidak bertentangan, hanya cara mengesahkannya saja yang berbeda.

2. Cara membatasi filsafat

Karena sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar pula orang mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya.

Pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan memplajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis).

Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Seperti juga pembicaraan tentang zaman purba dilakukan secara berurutan (kronologis) menurut waktu masing masing.

Dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan manusia. Di sini tidak dibicarakan persoalan-persoalan logika atau metafisika. Dalam metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (Plato dan Aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (Al-Farabi atau Thimas Aquinas), dan pendapat filsuf zaman ‘aufklarung’ (Kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (Jaspers dan Marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi masing-masing. Begitu juga dalam soal-soal logika, metafisika, dan lain-lain.

3. Cabang-cabang filsafat

Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat.

Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai ‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah : apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.

Ahli filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Coba perhatikan sarjana-sarjana filsafat di bawah ini:

1. H. De Vos menggolongkan filsafat sebagai berikut:

” metafisika,

” logika,

” ajaran tentang ilmu pengetahuan

” filsafat alam

” filsafat sejarah

” etika,

” estetika, dan

” antropologi.

2. Prof. Albuerey Castell membagi masalah-masalah filsafat menjadi enam bagian, yaitu:

” masalah teologis

” masalah metafisika

” masalah epistomologi

” masalah etika

” masalah politik, dan

” masalah sejarah

3 Dr. Richard H. Popkin dan Dr Avrum Astroll dalam buku mereka, Philosophy Made Simple, membagi pembahasan mereka ke dalam tujuh bagian, yaitu:

” Section I Ethics

” Section II Political Philosophy

” Section III Metaphysics

” Section IV Philosophy of Religion

” Section V Theory of Knowledge

” Section VI Logics

” Section VII Contemporary Philosophy,

4. Dr. M. J. Langeveld mengatakan: Filsafat adalah ilmu Kesatuan yang terdiri atas tiga lingkungan masalah:

” lingkungan masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya)

” lingkungan masalah pengetahuan (teori kebenaran, teori pengetahuan, logika)

” lingkungan masalah nilai (teori nilai etika, estetika yangb ernilai berdasarkan religi)

5. Aristoteles, murid Plato, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang, yaitu:

a) Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.

b) Filsafat teoretis. Cabang ini mencangkup:

” ilmu fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini,

” ilmu matematika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu dalam kuantitasnya,

” ilmu metafisika yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu. Inilah yang paling utama dari filsafat.

c) Filsafat praktis. Cabang ini mencakup:

” ilmu etika. yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorang

” ilmu ekonomi, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran di dalam negara.

d) Filsafat poetika (Kesenian).

Pembagian Aristoteles ini merupakan permulaan yang baik sekali bagi perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran Aristoteles sendiri, terutama ilmu logika, hingga sekarang masih menjadi contoh-contoh filsafat klasik yang dikagumi dan dipergunakan.

Walaupun pembagian ahli yang satu tidak sama dengan pembagian ahli-ahli lainnya, kita melihat lebih banyak persamaan daripada perbedaan. Dari pandangan para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat dalam coraknya yang baru ini mempunyai beberapa cabang, yaitu metafisika, logika, etika, estetika, epistemologi, dan filsafat-filsafat khusus lainnya.

1. Metafisika: filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman manusia.
2. Logika: filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah.
3. Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama, filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat pendidikan, dan sebagainya.

Seperti telah dikatakan, ilmu filsafat itu sangat luas lapangan pembahasannya. Yang ditujunya ialah mencari hakihat kebenaran dari segala sesuatu, baik dalam kebenaran berpikir (logika), berperilaku (etika), maupun dalam mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Maka persoalannya menjadi apakah sesuatu itu hakiki (asli) atau palsu (maya).

Dari tinjauan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam tiap-tiap pembagian sejak zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam ilmu filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika.

4. Tujuan, fungsi dan manfaat filsafat

Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).

Dr Oemar A. Hoesin mengatakan: Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.

S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain. Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran.

Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan ‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.

Studi filsafat harus membantu orang-orang untuk membangun keyakinan keagamaan atas dasar yang matang secara intelektual. Filsafat dapat mendukung kepercayaan keagamaan seseorang, asal saja kepercayaan tersebut tidak bergantung pada konsepsi prailmiah yang usang, yang sempit dan yang dogmatis. Urusan (concerns) utama agama ialah harmoni, pengaturan, ikatan, pengabdian, perdamaian, kejujuran, pembebasan, dan Tuhan.

Berbeda dengan pendapat Soemadi Soerjabrata, yaitu mempelajari filsafat adalah untuk mempertajamkan pikiran, maka H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus dipraktekkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

5. Aliran-aliran dalam filsafat

Aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat sangat banyak dan kompleks. Di bawah ini akan kita bicarakan aliran metafisika, aliran etika, dan aliran-aliran teori pengetahuan.

a. Aliran-aliran metafisika

Menurut Prof. S. Takdir Alisyahbana, metafisika ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : (1) yang mengenai kuantitas (jumlah) dan (2) yang mengenai kualitas (sifat).Yang mengenai kuantitas terdiri atas (a)monisme, (b) dualisme, dan (c) pluralisme. Monisme adalah aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada ini adalah esa (satu). Menurut Thales: air menurut Anaximandros: ‘apeiron’ menurut Anaximenes: udara. Dualisme adalah aliran yang berpendirian bahwa unsur pokok sarwa yang ada ini ada dua, yaitu roh dan benda. Pluralisme adalah aliran yang berpendapat bahwa unsur pokok hakikat kenyataan ini banyak. Menurut Empedokles: udara, api, air dan tanah.

Yang mengenai kualitas dibagi juga menjadi dua bagian besar, yakni (a) yang melihat hakikat kenyataan itu tetap, dan (b) yang melihat hakikat kenyataan itu sebagai kejadian.

Yang termasuk golongan pertama (tetap) ialah:

” Spiritualisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat roh.

” Materialisme, yakni aliran yang berpendapat bahwa hakikat itu bersifat materi.

Yang termasuk golongan kedua (kejadian) ialah:

” Mekanisme, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab-akibat.

” Aliran teleologi, yakni aliran yang berkeyakinan bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab-akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.

” Determinisme, yaitu aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil putusan-putusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.

” Indeterminisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya.

b. Aliran-aliran etika

Aliran-aliran penting dalam etika banyak sekali, diantaranya ialah:

1) Aliran etika nuturalisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia sekali.

2) Aliran etika hedonisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan ‘hedone’ (kenikmatan dan kelezatan).

3) Aliran etika utilitarianisme, yaitu aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia ditinjau dari kecil dan besarnya manfaat bagi manusia (utility = manfaat).

4) Aliran etika idealisme, yaitu aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab-musabab lahir, tetapi haruslah didasarkan atas prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.

5) Aliran etika vitalisme, yaitu aliran yang menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.

6) Aliran etika theologis, yaitu aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai atau tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos = Tuhan).

c. Aliran-aliran teori pengetahuan

Aliran ini mencoba menjawab pertanyaan, bagaimana manusia mendapat pengetahuannya sehingga pengetahuan itu benar dan berlaku.

Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan. Termasuk ke dalamnya:

* Rationalisme, yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa manusia.
* Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya.
* Kritisisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari luar maupun dari jiwa manusia itu sendiri.
* Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia. Termasuk ke dalamnya:
* Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sungguh-sungguhnya ada.
* Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu sekaliannya terletak di luarnya.

d. Aliran-aliran lainnya dalam filsafat

Di samping aliran-aliran di atas, masih banyak aliran yang lain dalam filsafat. Aliran-aliran itu antara lain ialah:

1. Eksistensialisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat harus bertitik tolak pada manusia yang kongkret, yaitu manusia sebagai eksistensi, dan sehubungan dengan titik tolak ini. maka bagi manusia eksistensi itu mendahului esensi.
2. Pragmatisme, yaitu aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung pada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak di dalam kehidupannya.
3. Fenomenologi, yaitu aliran yang berpendapat bahwa hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dan keyakinan bahwa pengertian itu dapat dicapai jika kita mengamati fenomena atau pertemuan kita dengan realitas.
4. Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia.
5. Aliran filsafat hidup, yaitu aliran yang berpendapat bahwa berfilsafat barulah mungkin jika rasio dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga filsafat itu tidak hanya hal yang mengenai berpikir saja, tetapi juga mengenai ada, yang mengikutkan kehendak, hati, dan iman, pendeknya seluruh hidup.

6. Filsafat, agama, dan ilmu pengetahuan

a. Filsafat dan agama

Dalam buku Filsafat Agama karangan Dr. H. Rosjidi diuraikan tentang perbedaan filsafat dengan agama, sebab kedua kata tersebut sering dipahami secara keliru.

Filsafat

1. Filsafat berarti berpikir, jadi yang penting ialah ia dapat berpikir.
2. Menurut William Temple, filsafat adalah menuntut pengetahuan untuk memahami.
3. C.S. Lewis membedakan ‘enjoyment’ dan ‘contemplation’, misalnya laki-laki mencintai perempuan. Rasa cinta disebut ‘enjoyment’, sedangkan memikirkan rasa cintanya disebut ‘contemplation’, yaitu pikiran si pecinta tentang rasa cintanya itu.
4. Filsafat banyak berhubungan dengan pikiran yang dingin dan tenang.
5. Filsafat dapat diumpamakan seperti air telaga yang tenang dan jernih dan dapat dilihat dasarnya.
6. Seorang ahli filsafat, jika berhadapan dengan penganut aliran atau paham lain, biasanya bersikap lunak.
7. Filsafat, walaupun bersifat tenang dalam pekerjaannya, sering mengeruhkan pikiran pemeluknya.
8. Ahli filsafat ingin mencari kelemahan dalam tiap-tiap pendirian dan argumen, walaupun argumenya sendiri.

Agama

1. Agama berarti mengabdikan diri, jadi yang penting ialah hidup secara beragama sesuai dengan aturan-aturan agama itu.
2. Agama menuntut pengetahuan untuk beribadat yang terutama merupakan hubungan manusia dengan Tuhan.
3. Agama dapat dikiaskan dengan ‘enjoyment’ atau rasa cinta seseorang, rasa pengabdian (dedication) atau ‘contentment’.
4. Agama banyak berhubungan dengan hati.
5. Agama dapat diumpamakan sebagai air sungai yang terjun dari bendungan dengan gemuruhnya.
6. Agama, oleh pemeluk-pemeluknya, akan dipertahankan dengan habis-habisan, sebab mereka telah terikat dn mengabdikan diri.
7. Agama, di samping memenuhi pemeluknya dengan semangat dan perasaan pengabdian diri, juga mempunyai efek yang menenangkan jiwa pemeluknya.
8. Filsafat penting dalam mempelajari agama.

Demikianlah antara lain perbedaan yang terdapat dalam filsafat dan agama menurut Dr. H. Rosjidi.

b. Filsafat dan ilmu pengetahuan

Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang lmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.

Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai

alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan.

Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula

menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu sebagai berikut:

1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan.

2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.

c. Bedanya filsafat dengan ilmu-ilmu lain.

1) Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam maujud ini, misalnya ilmu hayat membicarakan tentang hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia; ilmu bumi membicarakan tentang kota, sungai, hasil bumi dan sebagainya.

2) Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu vak membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.

3) Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu vak harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.

Sebagian orang menganggap bahwa filsafat merupakan ibu dari ilmu-ilmu vak. Alasannya ialah bahwa ilmu vak sering menghadapi kesulitan dalam menentukan batas-batas lingkungannya masing-masing. Misalnya batas antara ilmu alam dengan ilmu hayat, antara sosiologi dengan antropologi. Ilmu-ilmu itu dengan sendirinya sukar menentukan batas-batas masing-masing. Suatu instansi yang lebih tinggi, yaitu ilmu filsafat, itulah yang mengatur dan menyelesaikan hubungan dan perbedaan batas-batas antara ilmu-ilmu vak tersebut.

7. Rangkuman

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu, dengan mencari sebab-sebab terdalam, berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri. Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek atau lapangannya), yang merupakan kesatuan yang sistematis, dan memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan

sebab-sebab hal itu.

Jadi berarti ada metode, ada sistem, ada satu pandangan yang dipersatukan (memberi sintesis), dan yang dicari ialah sebab-sebabnya. Demikian filsafat mempunyai metode dan sistem sendiri dalam usahanya untuk mencari hakikat dari segala sesuatu, dan yang dicari ialah sebab-sebab yang terdalam. Ilmu-ilmu pengetahuan dirinci menurut lapangan atau objek dan sudut pandangan. Objek dan sudut pandangan filsafat disebut juga dalam definisinya, yaitu “segala sesuatu”.

Lapangan filsafat sangat jelas; ia meliputi segala apa yang ada. Pertanyaan-pertanyaan kita itu mengenai kesemuanya yang ada, tak ada yang dikecualikan. Hal-hal yang tidak kentara pun (seperti jiwa manusia,

kebaikan, kebenaran, bahkan Tuhan sendiri pun) dipersoalkan. Lapangan yang sangat luas ini nanti kita bagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok.

Sebab-sebab yang terdalam Dengan ini ditunjuk sudut pandangan, aspek khusus, sudut khusus yang

dipelajari dalam segala sesuatu itu. Sudut pandangan (juga disebut “object formal”) ini yang membedakan berbagai ilmu pengetahuan yang mengenai objek atau lapangan yang sama. Misalnya ilmu kedoktoran mempelajari manusia dilihat dari sudut tubuhnya yang sakit dan harusnya disembuhkan, sosiologi mempelajari manusia dalam sudut kemasyarakatan. Demikianlah filsafat mempelajari dalam segala sesuatu itu ialah keterangan yang penghabisan, yang terakhir, dan terdalam, sampai habis, sampai pada sebab yang terakhir. Yang kita cari ialah kebijaksanaan, hakikat dari seluruh kenyataan, intisari dan esensi dari semua yang ada.

Kekuatan pikiran manusia sendiri

Dengan ini ditunjuk alat yang kita gunakan dalam usaha kita untuk mencapai kebijaksanaan itu, yaitu pikiran kita sendiri. Ini membedakan filsafat dari teologi (ilmu ke-Allahan) yang juga mengenai segala sesuatu, tetapi yang berdasarkan wahyu Tuhan. Filsafat tidak berdasarkan wahyu Tuhan, tidak meminta pertolongan dari Kitab Suci, tetapi berdasarkan asas-asas dan dasar-dasarnya hanya dengan cara analisis-analisis oleh pikiran kita sendiri. Justru karena itu, filsafat dapat merumuskan hukum-hukum yang berlaku umum, bagi setiap orang, terserah agama mana yang dianutnya. Akantetapi, ini pun kelemahan filsafat: jika hanya filsafat saja yang cukup dipakai sebagai pegangan hidup, pandangan hidup, maka ini tidak cukup, sebab banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan 100% memuaskan oleh filsafat, sedangkan filsafat sendiri dalam usahanya mencari hakikat dari seluruh kenyataan menunjuk kepada Tuhan sebagai sumber terakhir dan sebab pertama. (Jadi, sebetulnya filsafat dan agama !! tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi).

+++

Karena sangat luasnya lapangan yang diselidiki dan sulit serta berbelit-belitnya soal-soal yang dihadapi maka lapangan yang sangat luas ini dibagi-bagi ke dalam beberapa lapangan pokok agar penyelidikan dapat dilakukan dengan sistemis dan baik. Pembagian ini diadakan secara induksi, yaitu dengan melihat dulu persoalan-persoalan mana yang timbul dan minta diselesaikan.

a. Tentang pengetahuan (alat untuk mencapai ‘insight’ itu)

1) Logika formal (logic)

Membentangkan hukum-hukum yang harus ditaati agar kita berpikir dengan lurus dan baik dan dapat mencapai kebenaran. Ini akan dipelajari lebih lanjut dalam masa akan datang.

2) Kritika atau logika material (epistemology)

Memandangkan isi pengetahuan kita, sumber-sumbernya, proses terjadinya pengetahuan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kemungkinan dan batas-batas pengetahuan kita (soal kekeliruan, kepastian, dan sebagainya).

b. Tentang pertanyaan dan sebab-sebabnya yang terdalam

3) Metafisika (ontology/metaphysics)

Mengupas apa ertinya “ada” itu, apa tujuannya, apa sebab-sebabnya, dan mencari hakikat dari semua barang yang ada (hylemorphisme)

4) Theodycea atau teologia naturalis (natural theology)

Merupakan konsekuensi terakhir dari penyelidikan filsafat, dengan menunjukkan sebab pertama dan tujuan terakhir; mencari berdasarkan kekuatan pikiran manusia sendiri bukti-bukti tentang adanya Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubunganNya dengan dunia.

c. Tentang manusia dan dunia

5) Filsafat tentang manusia (philosophy of man)

(Juga sering disebut antropologia metafisika atau psikologia metafisika). Ini merupakan inti dan pangkalan dari seluruh filsafat: Orang mengetahui tentang “ada” itu dari adanya sendiri. Maka diselidiki apa kodrat (nature) manusia itu, bagaimana susunannya atas badan dan jiwa, bagaimana terjadinya pengetahuan, apa kehendak bebas, apa arti dan peranan keinderaan dan perasaan, apa arti kepribadian, dan sebagainya.

6) Kosmologia (philosophy of nature)

Mempersoalkan dunia material, susunannya, aturannya, mencari hakikat dari waktu dan tempat, gerakan, hidup, dan sebagainya.

d. Tentang kesusilaan

7) Etika atau filsafat moral (ethics)

Membentangkan apa yang baik, apa yang buruk, apa ukuran-ukurannya, bagaimana dan mengapa manusia terikat oleh aturan-aturan ke susilaan, bagaimana kita dipimpin oleh suara batin, bagaimana tujuan hidup dapat kita capai, dan sebagainya.

8) Etika sosial

Merupakan bagian dari etika yang sangat penting pula, yaitu yang membicarakan norma-norma hidup kemasyarakatan (keluarga, negara internasional).

e. Lain-lain

Lapangan-lapangan yang tersebut di atas merupakan lapangan-lapangan pokok dari filsafat. Di samping. Di samping itu ada beberapa lapangan yang penting pula, yang merupakan rincian legih lanjut, penerapan asa-asas filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain: asas-asas filsafat pada lapangan-lapangan hidup tertentu. Antara lain:

” filsafat kebudayaan (kombinasi etika dan filsafat tentang manusia).

” filsafat kesenian atau estetika, praktis

” filsafat hukum

” filsafat tentang sejarah, bahasa, ekonomi, teknik, agama, kerja dan lain-lain.

+++

Kepentingan filsafat

Akhirnya sepatah kata tentang kepentingan filsafat. Filsafat sering dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup konkret. Akan tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga. Kebijaksanaan tidak hanya berarti “pengetahuan yang mendalam”, tetapi juga “sikap hidup yang benar”, yang tepat, sesuai dengan pengetahuan yang telah dicapai itu.

Ini nampak dengan jelas terutama pada pelajaran etika dan logika yang bersama-sama memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada kehendak, agar hidup dengan ‘benar’ dan ‘baik’. maka konkretnya:

1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri: dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup sesadar-sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.

2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari. Orang yang hidup secara “dangkal” saja, tidak mudah melihat persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahnya. Dalam filsafat kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.

3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung “akuisme” dan “aku-sentrisme” (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).

4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, “berdiri-sendiri”, dengan cita-cita mencari kebenaran.

5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

Unsur-Unsur Komunikasi

Senin, 24 Oktober 2011

Pengertian

Komunikasi merupakan terjemahan kata communication yang berarti perhubungan atau perkabaran. Communicate berarti memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu berkomunikasi dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu berkomunikasi. Komunikasi dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima (komunikan). Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.

Dalam komunikasi terdapat tujuh unsur pokok: pihak yang mengawali komunikasi; pesan yang dikomunikasikan; saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan gangguan gangguan yang terjadi pada waktu komunikasi dilakukan; situasi ketika komunikasi dilakukan; pihak yang menerima pesan; umpan balik dan dampak. Kita lihat satu per satu.

1. Pihak yang Mengawali

Pihak yang mengawali komunikasi mengirim pesan. Karena itu, kita sebut pengirim (sender). Pengirim ini menjadi asal atau sumber pesan. Maka, dalam bahasa Inggris disebut source (sumber). Pengirim adalah orang yang masuk ke dalam hubungan, balk intrapersonal dengan diri sendiri, interpersonal dengan orang lain, dalam kelompok kecil (small group), atau dalam kelompok besar (mass).
Sebelum masuk ke dalam proses komunikasi dengan orang lain, di dalam pikiran pengirim terjadi semacam rangsangan atau stimulus. Rangsangan itu dapat terjadi karena faktor di luar dirinya maupun karena hasil pengolahan isi pikiran yang ada di dalam benaknya. Peristiwa rangsangan dan pengolahan isi di dalam pikiran itu menimbulkan kebutuhan pada diri pengirim dan mendorongnya untuk menyampaikan perasaan atau gagasannya kepada orang lain.

Sebelum mengirim pesan, terlebih dahulu pengirim mengemasnya dalam bentuk yang dirasa sesuai dan dapat diterima serta dimengerti oleh penerima. Pengemasan pesan itu disebut encoding. Secara harfiah encoding berarti memasukkan ke dalam kode. Dengan encoding, pengirim memasukkan atau mengungkapkan pesannya ke dalam kode atau lambang dalam bentuk kata-kata atau nonkata, seperti raut wajah,atau gerak-gerik tubuh.

Dalam proses encoding, pengirim melakukan dua hal. Pertama, memikirkan sungguh-sungguh perasaan atau gagasan yang hendak disampaikan. Kedua, menerjemahkan perasaan atau gagasan itu ke dalam kode berupa lambang dalam bentuk kata atau nonkata yang dirasa dapat menyampaikan makna yang hendak disampaikannya dengan tepat, baik, dan dapat diterima oleh penerimanya.
Dari berbagai kode dan lambang yang ada, pengirim memilili kode yang memenuhi kebutuhannya untuk menyampaikan makna, lalu mengaturnya agar dapat dimengerti dan diterima oleh penerima. Pada waktu melakukan encoding ini, pengirim tidak hanya memikirkan apa yang akan disampaikan, tetapi juga cara bagaimana hal itu dapat disampaikan agar tujuan berkomunikasinya tercapai dengan mendatangkan basil yang diinginkan dari penerima.

Dengan demikian, karena menjadi pencipta pesan, maka pengirim dapat mengendalikan macam pesan yang mau disampaikan, bentuk kemasan yang digunakan, dan acap kali media yang akan dipakai untuk menyampaikan pesan itu. Agar dapat melakukan encoding dengan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dapat membantu.
Pesan apa yang hendak disampaikan?
Kepada siapa pesan itu hendak disampaikan?
Dalam bentuk apa: verbal — dengan kata-kata, atau nonverbal — tanpa kata-kata, pesan itu akan disampaikan?
Media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan itu: lisan, tertulis, atau elektronik?
Akibat-akibat negatif apa yang mungkin dapat terjadi dengan pengiriman pesan dalam bentuk dan melalui media itu bagi urusan yang terkandung dalam pesan dan huhungan pribadi dengan penerima? Apa yang dapat dibuat untuk mencegah akibat-akibat negatif itu?

2. Pesan yang Dikomunikasikan

Pesan yang dikomunikasikan adalah pesan yang berarti dan informatif. Anti dapat bersifat material seperti bahan bangunan, ekonomis seperti produk atau jasa, estetis seperti barang seni, etis seperti perbuatan amal kasih, atau religius seperti doa. Informatif bila pesan itu mengandung peristiwa, data, fakta, atau penjelasannya.

Pesan itu disampaikan untuk menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu. Agar dapat diterima dengan baik dan mendatangkan basil yang diinginkan, entah secara verbal atau nonverbal pesan itu dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima, dan dengan situasi waktu komunikasi dilakukan.

3. Saluran Komunikasi

Setelah dikemas, pesan dapat disampaikan melalui saluran (channel) atau media. Pengirim dapat memilih media lisan (oral), tertulis (written), atau elektronik (electronic).

A. Media Lisan

Pesan yang disampaikan melalui media lisan dapat dilak-sanakan dengan menyampaikan sendiri (in person), melalui telepon, mesin dikte atau videotape. Penerima bisa seorang diri, kelompok kecil, kelompok besar, ataumassa. Keuntungan media lisan

antara lain:
1. Mendapat tanggapan langsung entah berupa pertanyaan ataupun sekadar permintaan penjelasan.
2. Memungkinkan disertai nada atau warna suara, gerakgerik tubuh, raut wajah.
3. Dapat dilakukan dengan cepat.

B. Media Tertulis

Pesan yang disampaikan secara tertulis dapat disampaikan melalui surat, memo, laporan, hand-out, selebaran, catatan, poster, gambar, grafik, dan lain-lain.
Keuntungan dari media terlulis

antara lain:
Adacatatannya sehingga data dan informasi tetap utuh tidak dapat berkurang atau bertambah seperti informasi lisan.
Memberi waktu untuk dipelajari isinya, cara penyusunannya, dan rumusan kata-katanya.

C. Media Elektronik
Pesan yang disampaikan secara elektronik dilakukan melalui faksimili, e-mail, radio, televisi. Keuntungan dari media elektronik antara lain:
1. Prosesnya cepat
2. Data dapat disimpan
Jadi, pesan dapat dikirim melalui berbagai media dan media itu dapat dikombinasikan. Misalnya, pesan tertulis dijelaskan secara lisan. Pesan elektronik disusul dengan pesan tertulis. Karena itu, pesan dapat diterima dengan semua indra kita.

4. Gangguan komunikasi
Penggunaan media untuk menyampaikan pesan dapat mengalami gangguan, yang dalam Bahasa Inggris disebut noise. Gangguan adalah “segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita untuk mengirim dan menerima pesan”.



Gangguan komunikasi itu meliputi:
Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah; di tempat menerima pesan, bau menyengat, udara panas, dan lain-lain.
Faktor-faktor pribadi, antara lain, prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap.

5. Situasi Komunikasi

Komunikasi terjadi pada situasi: tempat, waktu, cuaca, iklim dan keadaan alam serta psikologis tertentu. Situasi merupakan konteks atau panggung serta arena tempat komunikasi terjadi. Situasi itu dapat alainiah, terjadi dengan sendirinya, atau direkayasa terjadi karena dibuat manusia. Situasi itu dapat resmi-formal, tetapi juga dapat tidak resmi-informal.
Situasi dapat mempengaruhi jalannya komunikasi dan tentu saja hasilnya. Sebab situasi dapat membuat pihakpihak yang berkomunikasi dapat betperilaku wajar atau tidak wajar, entah merasa minder, tidak percaya diri, takut, gemetar, berkeringat, atau merasa super terlalu percaya kelewat berani, amat fit.
Karena itu, pada waktu berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya mempertimbangkan isi dan cara me-nyampaikan, tetapi juga situasi ketika komunikasi akan kita sampaikan.

6. Pihak yang Menerima

Pihak yang menerima pesan adalah rekan (partner) dalam komunikasi. Pihak yang menerima pesan disebut penerima (receiver).
Penerima menerima pesan melalui indranya terutama telinga dan mata. Begitu menerima kode, tanda, lambang, entah verbal maupun nonverbal, penerima membuka pinto khazanah ingatan (memory) dalam benaknya. KutnpuIan ingatan itu merupakan akumulasi warisan hudaya, asuhan, pendidikan, lingkungan, prasangka, dan biasnya..lika tidak terganggu oleh gangguan-gangguan komunikasi, berdasarkan bank ingatannya itu, penerima dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterimanya.

Dari hasil penafsiran dan penerjemahan pesan itu, pengertian pengiriman dan penerima dapat sama, berbeda sedikit atau banyak. Jika sama, maka penafsiran dan penerjemahan penerima benar dan maksud pengirim tercapai. Jika berbeda sedikit, maka penafsiran dan penerjemahan salah sedikit, dan maksud pengirim tercapai meski tidak sepenuhnya. Jika berbeda, maka penafsiran dan penerjemahan penerima salah dan maksud pengirim tidak tercapai. Jika perbedaan besar, maka kesalahan besar dan maksud pengirim amat jauh dari pencapaiannya.

Penafsiran dan penerjemahan pesan itu, kecuali dipengaruhi oleh bank ingatannya, juga oleh mutu dan tingkat kedekatan hubungan antara pengirim dan penerima dan keadaan si penerima ketika menerima pesan itu. Jika hubungan itu baik dan akrab kemungkinan penafsiran dan penerjemahan itu benar lebih besar daripada jika hubungan buruk dan jauh. Jika pada waktu menerima pesan itu penerima dalam keadaan 100% fit lahir dan batin, maka penafsiran dan penerjemahan pesan mungkin lebih benar daripada ketika fisik tidak fit dan loyo.
Karena merupakan kegiatan dua arah oleh kedua belah pihak pengirim dan penerima, maka keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengirim tetapi juga oleh penerima. Komunikasi merupakan usaha patungan. Untuk berhasilnya dipengaruhi oleh kerja sama antara pengirim dan penerima pesan.

7. Umpan Balik dan Dampak

Umpan balik (feedback) merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim. Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau nonverbal. Dipandang dan efektivitas komunikasi dan akibat komunikasi pada penerima, umpan balik dapat negatif dan positif. Umpan balik negatif adalah umpan batik yang menunjukkan bahwa penerima pesan tidak dapat menerima dengan baik pesan yang diterimanya. Un-ipan balik negatif dapat benar, tetapi juga dapat salah. Benar jika isi atau cara penyampaian pesan dilakukan secara benar, serta penafsiran dan penerjemahan penerima pesan juga benar. Salah jika isi dan cara penyampaian pesan dilakukan secara benar, tetapi penafsiran dan penerjemahan penerima pesan salah. Umpan balik negatif dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pengirim pesan untuk memperbaiki isi dan cara penyampaian pesan, atau membatalkan pesan sama sekali.

Umpan balik positif, bila tanggapan penerima menunjukkan kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberi tanggapan sebagaimana diinginkan oleh pengirim. Umpan balik positif membuat komunikasi bisa berlanjut, urusan ditangani, dan hubungan antara pengirim dan penerima tetap atau bertambah baik. Baru sesudah umpan balik diterima oleh pengirim itulah komunikasi secara penuh terjadi.

Dalam komunikasi penuh, secara bergantian peran penerima pesan berubah menjadi pengirim pesan, dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan. Akibat pesan yang disampaikan, saluran yang digunakan serta situasi komunikasi ikut berubah-ubah pula. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan mendatangkan dampak bagi pengirim maupun penerima. Dampak itu dapat fisik, seperti kehangatan pada waktu berjabat tangan; emosional, seperti waktu hati menjadi gembira atau susah; kognitif, seperti bertambahnya pengetahuan karena menerima informasi baru; atau gabungan dari dampak-dampak itu.

Umpan Balik Dalam Proses Komunikasi

Umpan Balik Dalam Proses Komunikasi
Wilbur Schramm yang dikutip dan diterjemahkan oleh Onong Uchjana Effendi dalam bukunya ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’ menyatakan bahwa : “komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan frame of reference – yakni pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) – yang diperoleh komunikan”.
Selanjutnya menurut Schramm bahwa bidang pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya bila pengalaman komunikan berlainan, akan terdapat kesukaran untuk mengerti satu sama lain.
Dengan demikian apabila dalan proses komunikasi dimana komunikator berusaha memahami dan menyesuaikan diri dengan frame of reference dan field of experience dari komunikan yang pada gilirannya komunikan akan berusaha memaknai pesan dari komunikator tersebut, sehingga akan muncul tanggapan dari komunikan terhadap komunikator yang dinamakan umpan balik/ feedback.
Umpan balik sangat penting sekali karena dengan umpan balik ini kita dapat menilai proses komunikasi itu telah berhasil dalam arti membuahkan suatu efek.
Umpan balik tidak menunjukkan setiap perilaku, melainkan menunjukkan pertautan (relationship) antara perilaku komunikator, tanggapan komunikan tersebut dan efek tanggapan komunikan tersebut kepada perilaku komunikator selanjutnya. Dengan demikian umpan balik berifat langsung dan tidak langsung.
Umpan balik langsung (immediate feedback) terjadi dalam Komunikasi Interpersonal dan dalam komunikasi kelompok kecil yang komunikator dapat melihat dan mendengar komunikan secara langsung.
Umpan balik tertunda (delayed feedback) terjadi dalam berbagai jenis situasi komunikasi, tetapi lebih sering terjadi pada komunikasi massa. Dilain segi umpan balik tertunda dalam komunikasi massa bersifat selektif, dan komunikator hanya memperoleh wawasan mengenai bagaimana sebagian kecil dari komunikannya merasakan tentang pesan yang disampaikannya , juga umpan balik tertunda biasanya datang agak lambat.

Menurut Dickson yang dikutip oleh Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy Dalam buku “Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan” membedakan bahwa ada dua jenis umpan balik, yaitu :
Umpan balik intrinsik
adalah bagian integral dari setiap interaksi. Informasi akan tersedia dari orang lain yang terlibat selama suatu interaksi yang menunjukkan respons mereka terhadap intervensi tertentu. Belajar memperhatikan umpan balik selama interaksi dan kemudian berespons sesuai dengannya adalah suatu unsur yang penting dari komunikasi yang efektif.

Umpan balik ekstrinsik
Adalah informasi eksplisit yang disediakan oleh orang lain yang secara langsung berhubungan dengan interaksi atau dengan kata lain adalah tambahan pada interaksi yang sebenarnya.

Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy menyataakan umpan balik komunikan membantu hal-hal berikut :
Memajukan kesadaran diri melalui asimilasi informasi tentang bagaimana seseorang dilihat oleh orang lain menambah pilihan. Lebih banyak informasi menyediakan sudut pandang baru dan pilihan-pilihan yang lain. penguatan. Umpan balik yang positif cenderung mempersering dilakukannya perilaku yang produktif. dukungan dan motivasi. Budaya kerja yang menggunakan umpan balik cenderung menyebabkan pekerja merasa lebih dihargai.

Adapun prinsip-prinsip memberi umpan balik menurut
Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Bersifat spesifik. Sebuah pernyataan yang jelas tentang apa yang tepatnya diamati akan lebih berguna daripada sebuah generalisasi yang luas.

Seimbang. Kalau mengangkat aspek kekuatan perlu juga memasukkan aspek-aspek yang perlu diperbaiki/diperhatikan sebagai aspek kukurangannya.

Tawarkan alternatif yang mungkin. Berikan komentar usulan tentang bagaimana hal-hal dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Hindari nasehat yang dogmatis.

Lebih menyoroti perilaku dan bukan karakteristik pribadi, karena perilaku dapat diubah sedang karakteristik pribadi tidak dapat diubah.

Jika ada sesuatu tugas, tetaplah berada dalam batasannya. Dengan kata lain jika diperlukan umpan balik yang spesifik, inilah yang perlu dikomentari.

Pikirkan tentang apa yang dikatakan oleh umpan balik anda tentang diri anda.

Sedangkan prinsip-prinsip menerima umpan balik menurut Roger B. Ellis, Robert J. Gates, dan Neil Kenworthy adalah :
Mempunyai pikiran yang terbuka. Hindari sikap mempertahankan diri atau argumentative dan jangan menolak umpan balik.

Mintalah klarifikasi. dengarkan, pertimbangkan, dan putuskan apa yang akan anda lakukan sesuai dengan yang dinyatakan dalam umpan balik tersebut.

Memberi umpan balik kepada orang lain merupakan keterampilan komunikasi tersendiri. Umpan balik dapat diberikan secara konstruktif atau secara destruktif. Umpan balik yang konstruksif menghasilkan keempat hal tersebut di atas. Sedangkan umpan balik destruktif membuat penerimanya merasa negatif dan tidak jelas bagaimana memperbaiki hal tersebut.

Komunikasi : Bentuk-bentuk Komunikasi

Sebagaimana telah kita ketahui, manusia hidup saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri secara individualis, akan tetapi mereka mempunyai jiwa sosial. Dan untuk itu mereka harus menggunakan komunikasi. Mereka berinteraksai antara satu dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan masing-masing individu.
Banyak yang berpendapat tentang apa sebenarnya yang dinamakan komunikasi. Demikianlah salah satu akibat komunikasi yang dilakukan oleh manusia. Kita menggunakan komunikasi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan tentunya sesuatu yang mutlak bagi manusia.
Berikut ini merupakan sedikit pembahasan tentang bentuk-bentuk komunikasi yang kami ambil dari beberapa sumber yang bisa dibuat sebagai tendensi bagi kita sebagai pemula yang mendalami tentang ilmu komunikasi, yang meliputi komunikasi personal, komunikasi kelompok dan komunikasi masa. Juga sebagai bahan pertimbangan kita dalam menganalisa tentang ilmu komunikasi.
Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, semoga dapat menjadi pertimbangan bagi pendalaman ilmu komunikasi.

Bentuk-Bentuk Komunikasi

Para pakar ilmu komunikasi mengelompokkan pembagian komunikasi dalam bentuk yang bermacam-macam. Sebagaimana telah dipaparkan Dedy Mulyana dalam bukunya berjudul Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar bahwasanya komunikasi dilihat dari peserta komunikasinya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) adalah komunikasi dengan diri-sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya berfikir. Komunikasi ini merupakanlandasan komunikasi antar pribadi dan komunikasi dalam konteks-konteks lainnya, meskipun dalam disiplin komunikasi tidak dibahas secara rinci dan tuntas. Dengan kata lain, komunikasi intrapribadi ini inheren dalam komunikasi dua orang, tiga orang, dan seterusnya, karena sebelum berkomunikasi dengan orang lain kita biasanya berkomunkasi dengan diri sendiri (mempersepsi dan memastikan makna pesan orang lain), hanya saja caranya tidak disadari. Keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain bergantung pada keefektifan komunikasi kita dengan diri sendiri.

2. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik (dyadic communication) yang melibatkan hanya dua orang, seperti suami-istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid, dan sebagainya.
Ciri-ciri komunikasi diadik adalah:
 Pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat.
 Pihak-pihak yang berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal ataupun nonverbal.
Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan hubungan puhak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Meskipun setiap orang dalam berkomunikasi antarpribadi bebas mengubah topic pembicaraan, kenyataannya komunikasi antarpribadi bisa saja .didominasi oleh satu pihak. Misalnya, komunikasi suami –istri didominasi oleh suami, komunikasi oleh dosen-mahasiswa didominasi oleh dosen, dan komunikasi atasan-bawahan oleh atasan.
Kita biasanya menganggap pendengaran dan penglihatan sebagai indra primer, padahal sentuhan dan penciuman juga sama pentingnya dalam menyampaikan pesan-pesan yang bersifat intim. Jelas sekali, bahwa komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indra tadi untuk memepertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepadanya. Sebagai komunikasi paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masihmempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, bebeda dengan komunikasi lewat media massa seoerti surat kabar dan televise atau lewat teknologi komunikasi tercanggih sekalipun seperti telepon genggam, E-mail, atau telekonferensi, yang membuat manisia merasa terasing.


3. Komunikasi Kelompok


Kelompok adalah sekumpulan manusia yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga, tetangga , kawan-kawan terdekat, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small group communication). Kminikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan juga komunikasi antar pribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antar pribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

4. Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak(surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonym, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa ini.

DeFleur & McQuails mendefinsikan komunikasi massa sebagai “suatu proses melalui mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarluskan pesan-pesan secara luas dan terus-menerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai macam cara.” Definisi lain datang dari Littlejohn yang mengatakan “komunikasi massa adalah suatu proses dengan mana organisasi-organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan-pesan kepada publik yang besar, dan proses di mana pesan-pesan itu dicari, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audien.” Ini artinya, proses produksi dan transmisi pesan dalam komunikasi massa sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan kepentingan audience

5. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali juga melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komuniksi kebawah, komunikasi keatas, dan komuniksi horizontal, sedangkan kamunikasi informal tidak tergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk gossip.

Analisa Bentuk Komunikasi

Komunikasi massa melibatkan banyak komunikator, berlangsung melalui system bermedia dengan jarak fisik yang rendah (artinya jauh), mungkin penggunaan satu atau dua saluran indrawi (penglihatan, pendengaran), dan biasanya tidak memungkinkan umpan balik segera. Sebaliknya, komunikasi antarpribadi melibatkan sejumlah komunikator yang relatif kecil, berlangsung dengan jarak fisik yang dekat, bertatap-muka, memungkinkan jumlah maksimum saluran indrawi, dan memungkinkan umpan balik segera. Komunikasi kelompok kecil, public, dan organisasi berada diantara kedua katagori komunikasi tesebut menyangkut keempat karakteistiknya, misalnya komunikasi organisasi lazimnya melibatkan lebih banyak komunikator daripada komunikasi public namun lebih sedikit komunikator daripada komunikasi massa.

Terdapat beberapa perbedaan lain antara komunikasi massa dengan tingkat-tingkat komunikasi sebelumnya, khususnya komunikasi antarpribadi. Bila dalam komunikasi antarpribadi, para peserta dapat mengontrol topic pembicaraan, dalam komunikasi massa, komunikator (prodiser pesan) mengontrol topic, pelanggan yang menginginkan topic yang lain harus mengubah sumber informasi, dengan melanggani Koran, mendengarkan siaran radio, atau memilih siaran televise yang lain, yang sesuai dengan seleranya. Dalam komunikasi antarpribadi, para peserta dapat menekankan pesan dengan mengulang pesan, atau dengan tekanan verbal atau nonverbal tertentu, atau saling bertanya, namun dalam komunikasi massa keluwesan tersebut sangat terbatas kalaupun bukan berarti tidak ada sama sekali. Pembaca surat kabar atau majalah memang dapat membaca ulng, televise juga adakalanya menayangkan ulang suatu acara atau suatu adegan (seperti acara olah raga), namun pembaca, pendengar atau pemirsa tudak bebas memperoleh informasi lain yang mereka inginkan pada saat itu juga. Dalam beberapa kasus, pembaca surat kabar, pendengar radio, atau pemirsa televise bisa saja menyampaikan umpan balik secara langsung, namun tetap saja tidak lengkap, karena umpan balik bersifat nonverbal (seperti ekspresi wajah dan bahasa tubuhnya) dari sipemberi umpan balik sering tidak tertangkap oleh sumber pesan.
Katagori berdasarkan tingkat paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati banyak pakar, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Beberapa pakar lain menambahkan komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik(komunikasi dua orang) dan komunikasi publik (pidato didepan khalayak).

SEKILAS PERKEMBANGAN PSIKOLOGI

Pengantar

Psikologi sebagai suatu ilmu merupakan ilmu yang relatif muda apabila dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Namun demikian telah cukup lama masalah psikologi dibicarakan oleh para ahli. Meskipun psikologi sebagai suatu ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat, tetapi ini tidak berarti bahwa psikologi tidak terkena pengaruh filsafat.

1. Pengaruh Filsafat pada Psikologi

Seperti kita ketahui psikologi semula tergabung dalam Filsafat, sehingga segala sesuatu yang ada dalam Filsapat berpengaruh pada bidang psikologi. Abad ke-17 merupakan abad berkembangnya ilmu pengetahuan (science). Dimana sebelum itu orang berpegangan pada pendapat Aristoteles dan juga ahli-ahli lain yang pada umumnya ahli filsafat. Pada abad ke-17 itulah pandangan baru muncul dan menjadi pandangan yang dominant yaitu Empirisme, yaitu suatu pandangan yang menyatakan bahwa untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah harus melalui Pengalaman (Empiris). Melalui observasi untuk memperoleh kenyataan yang objektif. Descartes sebagai salah seorang ahli yang langsung berpengaruh pada psikologi modern (Schultz dan Schultz, 1992).

>> Rene Descartes (1596-1650)

Kontribusi Descartes yang menonjol dalam bidang psikologi ialah ingin memecahkan persoalan tentang hubungan antara psikis atau jiwa (mind) dan badan (mind-body problem). Menurut Descartes psikis merupakan dunia material (material world), dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

>> John Locke (1632-1704)

Locke membedakan adanya dua macam pengalaman, yaitu yang datang dari pengindraan (sensation) dan yang datang dari refleksi (reflection). Ideas atau pengertian yang datang dari pengindraan adalah dari sensory input, langsung dari objek fisik yang datang dari lingkungan dan merupakan impression yang sederhana.

2. Pengaruh Psikologi dan Pengetahuan Alam Pada Psikologi

Psikologi Eksperimental bermula dari pengaruh pengetahuan alam dan fisiologi pada psikologi. Ada empat orang ahli yang dipandang sebagai orang yang mengadakan eksperimen-eksperimen yang kemudian sangat berpengaruh penggunaan ekperimen dalam psikologi, yaitu Hermann von Helmholtz, Ernst Weber, Gustav Theodore Fechner dan Wilhelm Wundt (Schlutz dan Schultz, 1992). Eksperimen-eksperimen tersenut berkembang di Jerman, tidak di Prancis atau di Inggris. Untuk selanjutnya maka jerman merupakan sumber eksperimen-eksperimen yang berkaitan dengan psikologi.

a) Herman Von Helmholtz (1821-1894)

Helmholtz mempunyai minat dalam bidang psikologi dan penelitiannya menganai kecepatan stimulus pada penglihatan dan pendengaran. Helmholtz juga mengadakan eksperimen mengenai waktu reaksi. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa terdapat perbedaan individual, juga terdapat perbedaan antara orang yang sama dari suatu eksperimen ke eksperimen yang lain.

b) Ernst Weber (1795-1878)

Sumbangan Weber dalam psikologi ialah hasil eksperimennya mengenai ambang dua titik pada kulit, yaitu bagaimana atau sejauh mana subjek dapat merasakan atau mempersepsi dua buah titik atau stimulus yang dikenakan pada bagian kulitnya. Apabila subjek antara kedua titik itu relative pendek subjek merasa adanya satu stimulus. Tetapi pada jarak tertentu (jarak kedua titik agak renggang), subjek merasa adanya dua stimulus. Eksperimen ini mendemostrasikan tentang ambang dua titik (the two-point threshold), yaitu ambang dimana dua titik stimulus dapat dirasakan oleh subjek.

c) Gustav Theodore Fechner (1801-1887)

Menurut Fehner ada dua cara untuk mengukur keindraan, yaitu:
Orang dapat menentukan apakah stimulus itu ada atau tidak, dapat diindra atau tidak.
Orang dapat mengukur intensitas, yaitu subjek dapat menyatakan pengindraannya yang pertama terjadi, ini merupakan ambang absolut bawah (the absolute lower threshold) (Underwood, 1949) atau juga disebut ambang stimulus (Towsend, 1953). Ini berarti bahwa stimulus dibawahnya belum dapat diindra ataupun dipersepsi.

Metode yang dikemukakan oleh Fechner dikenal dengan metode psikofisik.

a) Wilhelm Wundt (1832-1920)

Psikologi Wundt adalah ilmu mngenai pengalaman kesadaran (conscious experience), maka metode yang digunakan dalam psikologi adalah obsevasi mengenai pengalaman tersebut. Hanya orang yang mempunyai pengalaman tersebut yang dapat mengadakan observasi. Karena itu metodenya adalah Introspeksi yaitu penelitian seseorang dengan obsevasi dirinya sendiri mengenai keadan psikisnya yang kemudian metode ini dilanjutkan oleh Tichener, salah seorang muridnya.

Mengenai introspeksi Wundt mengajukan beberapa hokum atau ketentuan, yaitu: (1) Observasi harus mempu menetukan kapan prose situ terjadi: (2) observer ahrus memusatkan perhatiannya: (3) observer harus mampu mengulangi observasi berulang kali: (4) eksperimenter harus mampu mengontrol manipulasi dari stimulus.

b) Hermann Ebbinghaus (1850-1909)

Materi yang digunakan dalam eksperimennya adalah yang sekarang dikeanal dengan nonsense syllables, merupakan langkah yang cukup maju dalam eksperimen mengenai belajar. Disamping nonsense syllables juga digunakan deretan angka yang tidak berarti (Woodwort, 1951). Metode yang digunakan Ebbinghaus antara lain the learning time method dan the relearning method.

c) Oswald Kulpe (1862-1915)

Pada metode ini Kulpe menekankan pada aspek subjektif, kualitatif dan report yang mendetail dari subjek mengenai sifat proses pemikirannya. Tujuan Kulpe ialah ingin meneliti secara langsung apa yang terjadi dalam diri subjek selama bergantungnya kesadaran pada diri subjek.

3. Psikologi Fungsional

Tokohnya bernama William James (1842-1910) yang terkenal dengan bukunya “the Priciples of Psychology” yang telah terbit apda tauhn 1890. ada beberapa alas an yang dapat dikemukakan yaitu:

1. Tulisannya cukup brilian.

2. Ia menentang keadan yang telah ada pada waktu itu. Ia mementang posisi Wundt dan pengikutnya, yaitu bahwa tujuan psikologi adalah menganalisis kesadaran dalam elemen-elemen.

3. James menawarkan pendekatab lain untuk melihat psikis yaitu dengan pendekatan fungsional.

Karena itu psikologi James dapat dipandang sebagai psikologi fungsional, yaitu psikologi yang memandang psikis (mind) sebagai fungsi atau digunakan oleh organisme untuk menyesuaikan atau adaptasi dengan lingkungannya. Salah satu teori atau pendapat yang paling popular adalah teorinya menmgenai emosi. Menurutnya bahwa gejala kejasmanian merupakan sebab timbulnya emosi.

4. Psikologi Behaviorisme

Kalau di jerman timbul aliran strukturalisme dan di amerika timbul aliran Fungsionalisme (james), maka di rusia timbul aliran Behaviorisme dan berkembangpula di amerika dan merupakan aliran yang mempunyai pengaruh cukup lama.

a. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Menurut Pavlov aktivitas organisme dapat dibedakan atas:

‹ Aktivitas yang bersifat refleksif, yaitu aktivitas organisme yang tidak disadari oleh organisme yang bersangkutan. Organisme membuat respon tanpa disadari sebagai reaksi terhadap stimulus yang mengenainya.

‹ Aktivitas yang disadari, yaitu aktivitas atas kesadaran organisme yang bersangkutan. Ini berarti bahwa stimulus yang diterima oleh organisme itu sampai di pusat kesadaran dan barulah terjadi suatu respon.

b. Edward Lee Thorndike (1847-1949)

Dari eksperimennya Thordike mengajukan adanya tiga macam yang sering dikenal dengan hokum primer dalam hal belajar, yaitu:

© Hukum Kesiapan (the law of readiness).

© Hukum Latihan (the law of exercise).

© Hukum efek (the law of effect).

Menurut Thorndike belajar yang baik harus adanya kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Apabila tidak adanya kesiapan maka hasil belajarnya tidak akan baik.

c. Burrhus Frederick Skinner (1904-1990)

Skinner membedakan prilaku atas:

Prilaku yang alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai respondent behavior (Hergenhahn, 1976) yaitu prilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang jelas, prilaku yang bersifat refleksif.
Prilaku Operan (operant behavior), yaitu prilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui oleh organisme itu sendiri. Prilaku operan belum tentu di dahului oleh stimulus dari luar.
d. John B. Watson (1878-1958)

Pandangan Watson dapat diikuti dalam artikelnya yang berjudul “Psychology as the Behaviorirst Views It” dalam Psychological Review tahun 1913. Watson mengadakan Eksperimen mengenai konsisi pada anak anak sebagai akibat pengaruh Pavlov. Salahsatu eksperimennya ialah dengan menggunakan bayi sebagai objek coba yang diberikan minuman dari botol. Sebelum botol diberikan, lebih dahulu dibunyikan bel, hal tersebut di lakukan berulang kali dan menyimpulkan bahwa pada bayi terbentuk respon berkondisi yaitu dengan bunyi bel- sekalipun tidak diberikan minuman dari botol- bayi tetap menunjukan gerakan mulut seperti mengenyut dot dari botol.

5. Psikologi Gestalt

Pendirinya adalah Max Wertheimer (1880-1943) tetapi ia bekerjasama dengan kedua temannya yaitu Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967) yang keduanya dipandang sebagai the confounder. Ketiga tokoh ini mempunyai pikiran yang searah.

Salah satu eksperimen dari kaum Gestali yang cukup terkenal dalam psikologi belajar adalah eksperimen Kohler yang berkaitan dengan problem solving. Kohler menggunakan simpanse sebagai hewan coba. Menurut Kohler apabila Organisme dihadapkan pada suatu masalah maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif (cognitive disequilibrium) dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena menurut gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif hal ini akan mendorong organisme menuju kea rah keseimbangan (equilibrium).

6. Psikoanalisis

Pendirinya adalah Sigmund Freud (1856-1939). Tujuan dari psikoanalisis adalah membawa ke tingkat kesadaran mengenai ingatan atau pikiran-pikiran yang direpres atau ditekan, yang diasumsikan sebagai sebuah prilaku yang tidak normal dari pasiennya.

7. Psiko Humanistik

Abraham Maslow (1908-1970) yang merupakan bapak dari psikologi humanistic menjadi terkenal karena teori motivasinya yang tercermin dalam bukunya “motivation and Personality”. Ia menunjukan teori tentang hierarchy of needs.kebutuhan-kebutuhan ini adalah innate, yaitu:

1) Kebutuhan- Kebutuhan Fisiologis

2) Kebutuhan akan rasa aman

3) Kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki

4) Kebutuhan akan Penghargaan

Apabila kebutuhan yang satu telah terpenuhi, demikian seterusnya. Kebutuhan untuk aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi. Menurut Maslowpsikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic, yaitu:

1. Memusatkan pernatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.

2. Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas, aktualisasi diri sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistis dan reduksionistis.

3. Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.

4. Memberikan perhatian penuh dan meletakan niali yang tinggi pada kemulyaan dan martabat manusia tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu ( Misiak dan Sexton, 1988).

8. Psikologi Kognitif

Yang mendorong berkembangnya psikologi kognitif adalah pernyataan Watson (seorang behavioris) yang menyatakan bahwa psikologi harus menyingkirkan segala referensi yang berkaitan dengan kesadaran. Psikologi kognitif memandang psikologi sebagai suatu ilmu tentang prilaku dan proses mental (the science of behavior and metal processes).

HUBUNGAN PSIKOLOGI DAN ILMU-ILMU LAIN

Hakikat ilmu sebenarnya dari satu sumber, kemudian untuk memperdalam bahasanya dibagilah ilmuilmu tersebut. Namun, pembagian itu tidak boleh dikatakan sebagai dikotomi antar ilmu pengetahuan. bahkan, untuk menguatkan dan mendukung serta menopang ilmu-ilmu untuk digunakan kepada kebaikan manusia.

berikut dijelaskan hubungan ilmu psikologi dengan ilmu-ilmu lain. saling lengkap-melengkapi dan sokong menyokong. Bukan sebaliknya, saling dikotomis dan menghancurkan. mari kita simak uraian hubungan ilmu psikologi dengan ilmu lainya berikut.


Hubungan psikologi dengan Fisiologi, Fisiologi (ilmu tentang tubuh manusia) dapat dihubungkan dengan ilmu psikologi untuk memperoleh kejelasan tentang bagaimana sebenarnya proses tingkah laku.

Hubungan Psikologi dengan ilmu sosiologi dan antropologi, kita dapat mengetahui pola-pola reaksi manusia, sehingga individu menjadi objek penyelidikan psikologi.

Hubungan Psikologi dengan Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat segala sesuatu. Karena itu, filsafat juga mempelajari masalah-masalah hakikat jiwa, hakikat hidup, hubungan antara jiwa dan Tuhan sebagai pendiptanya dan lain sebagainya.

Hubungan Psikologi dengan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
.
Persamaan metode, yaitu metode induktif. Penyelidikan psikologi sejalan dengan Metodologi Riset dalam periode hipotesis dan eksperimen, dimana kebenaran diperoleh melaluiproses pengajuan hipotesis yang dilanjutkan dengan pengujian melalui eksperimen-eksperimen.

Hubungan Psikologi dengan Ilmu-Ilmu Sosial.Salah satu kegunaan psikologi adalah untuk dapat mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan, khususnya antar manusia. Karena itu, ilmu sosial lainya seperti sosiologi, ekonoi dan sebagainya memerlukan ilmu psikologi.

Hubungan Psikologi dengan Ilmu-Ilmu keguruan, Mendidik dan mengajar yang berhasil diantaranya harus menyesuaikan diri dengan keadaan jiwa anak, dan itu semua memerlukan psikologi.

Hubungan Psikologi dengan Biologi mempelajari benda-benda hidup, sedangkan psikologi mempelajari dan meneliti tingkah laku manusia (benda hidup) dalam hubunganya dengan lingkungan.

mungkin maasih banyak lagi selain yang disebutkan diatas, namun cukuplah beberapa saja diatas menjadi pokok pembahasan kali ini. penambahan pastinya ada yang belum disebutkan disini.

Pengertian ilmu psikologi

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia (psyche = jiwa ; logos = ilmu pengetahuan).

Jiwa secara harfiah berasal dari perkataan sansekerta JIV, yang berarti lembaga hidup (levensbeginsel), atau daya hidup (levenscracht). Oleh karena jiwa itu merupakan pengertian yang abstrak, tidak bisa dilihat dan belum bisa diungkapkan secara lengkap dan jelas, maka orang lebih cenderung mempelajari “jiwa yang memateri” atau gejala “jiwa yang meraga/menjasmani”, yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, psikologi butuh berabad-abad lamanya untuk memisahkan diri dari ilmu filsafat.

Perkataan tingkah laku/perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, berlari-lari, berolah-raga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalan bentuk tangis, senyum dan lai-lain.

Kegiatan berpikir dan berjalan adalah sebuah kegiatan yang aktif. Setiap penampilan dari kehidupan bisa disebut sebagai aktivitas. Seseorang yang diam dan mendengarkan musik atau tengah melihat televisi tidak bisa dikatakan pasif. Maka situasi dimana sama sekali sudah tidak ada unsur keaktifan, disebut dengan mati.

Pada pokoknya, psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain. Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: 1) pengenalan atau kognisi, 2) perasaan atau emosi, 3) kemauan atau konasi, 4) gejala campuran.

Namun hendaknya jangan dilupakan, bahwa setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu yang sama juga merupakan aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah kita, otak dan perasaan selalu ikut berperan ; juga alat indera dan otot-otot ikut mengambil bagian didalamnya.

Penyelidikan terhadap organ-organ manusia digolongkan dalam ilmu fisiologi. Yaitu meneliti peranan setiap organ dalam fungsi-fungsi kehidupan seperti meneliti segala sesuatu tentang mata, ketika subyek bisa melihat dan juga meneliti pengaruh kerja otak untuk mengkoordinir semua perbuatan individu guna menyesuaikan dengan lingkungnnya. Jika fungsi segenap organ dan tingkah laku banyak dijelaskan oleh fisiologi, maka masih perlukah bidang keilmuan psikologi?

Fisiologi memberikan penjelasan macam-macam tingkah laku lahiriah yang menjasmani sifatnya. Sedang manusia merupakan suatu totalitas jasmaniah rokhani. Semua bentuk dorongan dan impuls dalam diri manusia yang menyebabkan timbulnya macam-macam aktifitas fisik dan psikis, dijelaskan oleh psikologi. Misalnya, jika seseorang menaruh rasa semangat yang tinggi , ketika ia mengahadapi suatu masalah tertentu maka ia akan menaggapi masalah itu dengan semangat untuk menyelesaikannya.

Daftar Pustaka:

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju

Macam Aliran Filsafat Ilmu

Latar Belakang

Sebagai bagian dari bangunan besar filsafat, filsafat ilmu hilang dan tumbuh berganti dari mashab yang satu ke mashab yang lainnya. Ini karena pemikiran filsafat ilmu berasal dari pikiran manusia. “Filsafat adalah pengetahuan atas realitas dalam kemungkingn-kemungkinan akal manusia, karena filsafat berakhir pada teori ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan bertindak di atas rel kebenaran yang sudah ditemukan”, demikian kata Abu Y’aqub al-kindi (dalam Hossein Nasr, 1993)

Makalah ini tertarik untuk mengkaji tentang aliran-aliran yang berkembang dalam filsafat ilmu. Prinsip prinsip dari filsafat ilmu akan dijelaskan, cara pemerolehan ilmu dalam masing-masing aliran akan dieksplorasi dan kontribusi masing-masing aliran dalam membangun pengetahuan akan didiskusikan.

Rasionalisme

Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.

Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.

Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio. Tokoh lain, Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan : “God exists only philosophically” (Calhoun, 2002).

Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.

Empirisme

Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002).

Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.

Realisme

Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.

Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis & Dinnen, 1996)

Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002). Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme.

Idealism

Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.

Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni “Permulaan adalah kata-kata” (Ibid, 2002). Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.

Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia (ibid, 2002). Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia (ibid, 2002). Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’ (ibid, 2002).

Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama bagi fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) yang membuahkan karya ‘Communication action’. Melalui karya ini Habermas menjadi tokoh idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Bagi kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Namun bagi Habermas, kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Dengan kata lain, Habermas memposisikan manusia menjadi subyek aktif dalam praktek-praktek politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.

Positivisme

Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.

Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

Pragmatisme

Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.

Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (dalam Calhoun, 2002), misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.

Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.

Kesimpulan

Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran lama. Namun demikian, walaupun masing-masing aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Dari pokok bahasan di atas, semau filsafat ilmu memberkan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya pemikiran ilmu pengetahuan modern.

Referensi:

Calhoun, C, 2002, Dictionary of the social science, Oxford University Press, Oxford.
Dewey, J, 1916, Democracy and education: An introduction to the Philosophy of Education, Macmillan, NY.
Francis, P & Dinnen, S.J, 1996, An introduction to General Linguistic, Holt, Rinehart and Winston, INC, New York.

 
FaceBlog © Copyright 2009 CAMPURBRO | Blogger XML Coded And Designed by Edo Pranata | Blogger Templates